BAB I
PENDAHULUAN
1.1 1.1 Latar
Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia merupakan
Negara Agraris yang subur beriklim tropis. Sehingga penduduk Indonesia dapat
memanfaatkannya dengan menanam berbagai macam tanaman. Salah satunya adalah
kacang kedelai. Kacang kedelai tersebut banyak mengandung gizi yang sangat
dibutuhkan bagi kesehatan jasmani. Selain dapat dikonsumsi kedelai dapat diolah
menjadi berbagai macam makanan seperti tahu.Karena pada kenyataannya proses
pembuatan tahu tidaklah terlalu rumit, oleh karena itu banyak masyarakat yang
menjadikan pembuatan tahu sebagai penghasilan keluarga.
Kegiatan
industri tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-usaha skala kecil dengan modal
yang terbatas. Dari segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf
pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan
limbah. Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik
limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan
penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi
tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas
tahu yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake. Sedangkan
limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan
pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi.
Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar
BOD, COD yang cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke badan air, jelas
sekali akan menurunkan daya dukung lingkungan. Sehingga industri tahu
memerlukan suatu pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko beban
pencemaran yang ada.
Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diterapkan sistem pengolahan limbah dengan sistem
kombinasi anaerob-aerob, dengan sistem ini diharapkan dapat menurunkan
konsentrasi kadar COD air limbah tahu. Sehingga jika dibuang tidak menyebabkan
bau dan tidak mencemari lingkungan sekitarnya. Mengingat industri tahu
merupakan industri dengan skala kecil, maka membutuhkan intalasi pengolahan
limbah yang alat-alatnya sederhana, biaya operasionalnya murah, memiliki nilai
ekonomis dan ramah lingkungan.
1.2 1.2 Perumusan
Masalah
Perumusan masalah merupakan masalah-masalah yang akan dibahas pada Laporan
Penelitian terhadap teknologi pengolahan limbah tahu dan tempe dengan proses
biofilter anaerob dan aerob. Perumusan masalah
terhadap Teknologi biofilter anaerob dan aerob menekankan terhadap proses yang mengurangi pencemaran yang dihasilkan
dari produksi tahu dan tempe terhadap lingkungan sekitar.
1.3 1.3 Pembatasan
Masalah
Pembatasan masalah merupakan batasan-batasan yang dimaksudkan untuk
membatasi topik permasalahan agar tidak menyimpang dari pokok bahasan. Berikut
ini adalah pembatasan masalah yang ada ialah tidak menjauh dari persoalan
terhadap menanggulangi permasalahan yang disebabkan dari produksi tahu dan
tempe terhadap lingkungan sekitar dengan menggunakan teknologi biofilter
anaerob dan aerob.
1.4 1.4 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan merupakan hal-hal
yang menjadi tujuan dalam penulisan Laporan Penelitian terhadap teknologi
pengolahan limbah tahu dan tempe dengan proses biofilter anaerob dan aerob.
Tujuan dari Laporan ini diantaranya sebagai berikut.
1. Mengetahui
Proses pembuatan tahu dan tempe
2. Mengetahui
limbah industri tahu dan tempe
3. Untuk
mengetahui teknologi pengolahan limbah industri tahu dan tempe
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Sejarah Tahu dan Tempe
Tahu dan tempe dibuat dari kacang kedelai yang
fermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli Indonesia,
tahu berasal dari China, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso.Tahu adalah
kata serapan dari bahasa Hokkian, tauhu (hanyu pinyin: doufu) yang secara
harfiah berarti “kedelai yang difermentasi”. Di Jepang dikenal dengan nama
tofu. Dibawa para perantau China, makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia
Tenggara, lalu juga menyebar ke seluruh dunia.
Tahu dan tempe pertama kali mucul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun yang lalu. Penemunya
adalah Liu An yang merupakan seorang bangsawan, cucu Kaisar Han Gaozu Liu Bang
yang mendirikan Dinasti Han.Liu An adalah ilmuan, filosof, penguasa, dan ahli
politik. Ia tertarik pada ilmu kimia dan Meditasi Tadiom. Para ahli sejarah
berpendapat bahwa kemungkinan besar Liu An melakukan pengenalan makanan non
daging melalui tahu. Dan kemungkinan besar Liu An mendapatkan tahu dengan
nigari atau air lant dan menjadi kental seperti tahu saat ini.
2.2 Proses pembuatan Tahu dan Tempe
Tahu
dan Tempe merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar
kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar
produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh industri skala kecil yang kebanyakan
terdapat di Pulau Jawa. Industri tersebut berkembang pesat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk. Namun, di sisi lain industri ini menghasilakan
limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan. Industri tahu membutuhkan air
untuk pemrosesannya, yaitu untuk prosees sortasi, peredaman, pengupasan kulit,
pencucian, penggilingan, perebusan dan penyaringan.
1. Proses Pembuatan Tahu
Pembuatan tahu pada
prinsipnya dibuat dengan mengekstrak protein, kemudian mengumpulkannya,
sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai umumnya
dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa asam. Bahan penggumpal
yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4nH 2O) dan
larutan bibit tahu (larutan perasan tahu yang telah diendapkan satu malam).
Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai
berikut :
a. Kedelai
yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan dengan ditampi
atau menggunakan alat pembersih.
b. Perendaman
dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk digiling.
Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.
c. Pencucian
dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya atau jumlah
kedelai yang digunakan.
d. Penggilingan
kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk memperlancar
penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah
kedelai.
e. Pemasakan
kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit. Selama
pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air dan
diaduk.
f. Penyaringan
bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh diperas dan
dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih 70% sampai 90% dari
bobot kering kedelai.
g. Setelah
itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 50oC,
kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di atas
endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.
h. Langkah
terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan
diangin-anginkan
2. Proses
Pembuatan Tempe
Tempe merupakan
hasil fermentasi kedelai, dan secara garis besar urutan proses pembuatan tempe
adalan sebagai berikut :
a.
Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam
1 malam hingga lunak dan terasa berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga
bersih.
b.
Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai
terbelah dua dan kulit kedelai terpisah.
c.
Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil
pemecahan kedelai dimasukkan ke dalam air, sehingga kulit kedelai mengambang
dan dapat dipisahkan.
d.
Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih,
kemudian peragian dengan cara kedelai dicampurkan ragi yang telah dilarutkan
dan didiamkan selama lebih kurang 10 menit.
e.
Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan
hingga hampir kering, kemudian dibungkus dengan daun pisang. Setelah fermentasi
selama 2 hari diperoleh tempe.
2.2
Limbah Industri Tahu dan Tempe
Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu
diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika
meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan
organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari
proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari
air bakunya, yaitu 400C sampai 46 0C. Suhu yang meningkat di lingkungan
perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain,
kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri
tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara
senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar
(Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50%
karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis
bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan
limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air
limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik
digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan
parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan
organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch,
1992).
Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses
yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada
air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya
konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06
sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan
akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut. Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen
sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas
tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
air buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan COD di dalam air
limbah tahu dan tempe
2.3 Teknologi Pengolahan Limbah Tahu dan
Tempe
Teknologi
pengolahan limbah tahu dan tempe dapat dilakukan dengan proses biologis sistem
anaerob, aerob dan kombinasi anaerob-aerob. Teknologi pengolahan limbah tahu
yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah dengan sistem anaerob,
hal ini disebabkan karena biaya operasionalnya lebih murah. Dengan proses
biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70%-80%, sehingga airnya
masih mengandung kadar pencemar organik cukup tinggi, serta bau yang masih
ditimbulkan sehingga hal ini menyebabkan masalah tersendiri (Herlambang, 2002).
Saat
ini cara yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan biogas dari hasil
pengolahan limbah cair tahu dengan sistem anaerob. Setiap bahan organik bila
tertampung dalam bak penampungan akan mengalami perombakan secara alami
(fermentasi). Proses ini dapat lebih cepat bila bak penampungan dibuat kedap
udara atau berupa tabung hampa udara. Selain menghasilkan cairan yang tidak
berbau lagi, biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan
bakar untuk kompor masak dan lampu penerangan. Ini sangat bernilai ekonomis
terutama bagi masyarakat yang hidup di wilayah pedesaan.
Pengolahan
limbah yang sudah ada tersebut, tentunya harus dikelola denganbaik dan
dipelihara secara rutin. Ini juga memerlukan perhatian dari berbagai pihak
terkait terutama pemerintah dan pemilik industri tahu. Hal ini penting agar
proses pengolahan limbah tetap berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang
optimal. Dari berbagai teknologi pengolahan limbah yang sudah ada, maka akan
dilakukan kajian untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah tahu yang efektif
dan efisien beserta kelebihan dan kekurangannya dan dampaknya terhadap
masyarakat dan lingkungan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Studi Kasus
Sungai Kaligelis di pusat kota Kudus, ditengarai tercemar
limbah pabrik tahu. Pencemaran itu terjadi pada titik atau ruas di wilayah Desa
Ploso, Kecamatan Jati. Karena di situlah banyak pabrik makanan berbahan baku
kedelai. Dari pemantauan di lokasi, akibat terjadinya pencemaran kondisi
air sungai kini menjadi keruh. Warga di sekitar yang bermukim di sepanjang tepi
Sungai Kaligelis, tidak ada yang menggunakannya untuk keperluan minum dan
memasak. Sebagian warga memanfaatkan untuk mencuci pakaian.
Pencemaran yang terjadi di Sungai Kaligelis, karena
terdapatnya pabrik tahu di Desa Ploso yang jumlahnya 19 unit. Sebagian besar
dari pabrik tersebut belum mempunyai instalasi pengolah air limbah (IPAL),
sehingga limbah dari hasil pengolahan produksi itu, dibuang langsung ke sungai.
3.2 Hasil dan Pembahasan
Limbah cair yang dikeluarkan
oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena
pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan
langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
Demikian pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri
rumah tangga.
Keadaan ini akibat masih banyaknya pengrajin tahu/tempe yang belum mengerti
akan kebersihan lingkungan dan disamping itu pula tingkat ekonomi yang masih
rendah, sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi
mereka. Namun demikian keberadaan industri tahu-tempe harus selalu didukung
baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat karena makanan tahu-tempe merupakan
makanan yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia,
disamping nilai gizinya tinggi harganya pun relatif murah.
Limbah industri tahu-tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena
mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian,
konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri
tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai
keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air
limbah industri tahu-tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan
yang sangat potersial.
Gambar 3.1
Air Limbah Tahu Tempe
Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan
cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Dengan
adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organik yang ada
di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiesi
pengolahan hanya berkisar antara 50 % - 70 % saja. Dengan demikian jika
konsertarsi COD dalam air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih
cukup tinggi yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber
pencemaran lingkungan.
1. Penguraian
Anaerob
Air
limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui
saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran
padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air
limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob
tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh
mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air
limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %).
Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut
dengan sistem biofilter aerob.
Gambar 3.2 proses pengolahan air limbah dengan
sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob
a.
Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2
yang ada sebagai penerima elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen
dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya
pengoperasian.
b. Penguraian
anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada
proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah.
Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam
hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon
organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5%
dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu
metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih
tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
c. Proses
anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar
90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar
ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi
terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian
lumpur limbah.
d. Energi
untuk penguraian limbah kecil.
e. Penguraian
anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang
tinggi.
f. Memungkinkan
untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.
g. Sistem
anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated
aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa
alami recalcitrant seperti liGnin
2. Proses
Pengolahan Lanjut
Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem
biofilter anaerob-aerob. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter
anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter
anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu
dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses
penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal,
untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai
bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak
pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai
lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan
ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di
dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau
kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari
satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian
zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter
akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak
kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan
kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi
atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan
zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan
media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta
mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi
lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur
aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan
(over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air
limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung
dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob
tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen,
padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan
lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah
yakni sekitar 60 ppm.
Proses pengolahan lanjut dengan sistem Biofilter
Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :
a.
Adanya
air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang
disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat
organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir
ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter
tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang
menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka
efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain
menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) ,
deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
- Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
- Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerab dapat diterangkan seperti pada gambar 5. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.
3. Keunggulan
Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan
biofilter anaerb-aerob antara lain yakni : pengelolaannya sangat mudah, biaya
operasinya rendah, dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang
dihasilkan relatif sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat
menyebabkan euthropikasi, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat
digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat
menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan adalah penarikan hasil
dari analisa dan percobaan dalam bentuk ringkasan yang telah dilakukan selama
ini untuk menunjukan jawaban dari tujuan penulisan. Berikut kesimpulan yang
menjawab tujuan penulisan pada Laporan Penelitian terhadap teknologi pengolahan
limbah tahu dan tempe dengan proses biofilter anaerob dan aerob, yaitu:
1. Proses
pembuatan tahu terdiri dari 8 tahap dan proses pembuatan tempe terdiri dari 5
tahap.
2. Limbah
yang dihasilkan dari produksi tahu dan tempe yaitu ada dua hal yang perlu
diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika
meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan
organik, bahan anorganik dan gas.
3. Teknologi
yang digunakan untuk pengolahan industri tahu dan tempe yaitu dengan
menggunakan teknologi anaerob dan aerob yang efektif dan efisien beserta kelebihan dan
kekurangannya dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan.
4.2 Saran
Pengolahan limbah yang sudah ada tersebut, tentunya harus
dikelola denganbaik dan dipelihara secara rutin. Ini juga memerlukan perhatian
dari berbagai pihak terkait terutama pemerintah dan pemilik industri tahu. Hal
ini penting agar proses pengolahan limbah tetap berjalan dengan baik dan
memberikan hasil yang optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaswinarti
Fibria. 2007. Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan
Gagak Sipat Boyolali. Di akses pada tanggal 19 Januari 2017.
(http://eprints.undip.ac.id/17407/1/Fibria_Kaswinarni.pdf )
Neni. 2012. Pencemaran dan Penanganan
Limbah Industri Pangan (Industri Tahu). Di akses pada tanggal 19 Januari 2017.
(http://neniuswatun.blogspot.com/2012/04/pencemaran-dan-penanganan-limbah.html)
Rahman. 2010. Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Industri Tahu (http://rahmankumbohu.blogspot.com/2010/10/instalasi-pengolahan-air-limbah-ipal.html)
https://airsungaikelassatu2020.wordpress.com/industri-tahu-tempe/
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahtt/limbahtt.html
http://indryqhy.blogspot.co.id/2013/02/makalah-limbah-tahu.html
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
BalasHapusSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical
Harrah's Cherokee Casino Resort reopening, hotel and parking
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino Resort 논산 출장마사지 reopening will begin at 9 a.m. 군포 출장샵 and 의왕 출장샵 end at 김제 출장안마 midnight on 전주 출장마사지 Friday, Jan. 22, according to a release.